Home » » Relakah Kita?

Relakah Kita?


Mungkin kalau ditanya apa yang biasanya kita temui di sepanjang jalanan kota besar? Jawabannya pasti beragamnya jenis kendaraan bermotor. Kita seakan tidak menyadari pemandangan-pemandangan yang sungguh menyedihkan, betapa tidak menyedihkan, anak yang seharusnya merasakan bangku sekolah, menuntut ilmu dan mengejar cita-cita setinggi langit untuk berperan sebagai generasi penerus bangsa selanjutnya, malah berkeliaran di jalan, meminta-minta, dan terlihat Madesu (Masa Depan Suram) dihadapan khalayak umum dengan pakaian compang-camping, kotor, kekurangan gizi, dan penuh dengan rasa iba.
Hal yang ditakutkan adalah, generasi muda Indonesia semakin berkurang seiring dengan maraknya orang-orang yang memanfaatkan anak dibawah umur untuk bekerja di jalanan dengan cara meminta-minta. Kejadian seperti ini sudah lazim di Indonesia, bahkan menjadi objek pemandangan selanjutnya setelah keganasan korupsi yang terjadi di Indonesia. Apalagi banyak terjadi kekerasan terhadap anak dibawah umur. Banyak anak dibawah umur yang mengalami penyiksaan berat dari majikan/pesuruhnya hanya karena hasil kerja di jalanan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal itu sungguh tidak wajar dialami oleh anak yang seharusnya mengeyam pendidikan, layaknya anak-anak yang lain.

Sungguh tidak wajar ketika anak yang masih tergolong usia balita dibawa untuk mengemis di jalanan, bersama orang-orang yang tidak bertanggung jawab, merelakannya dibawah panas terik sinar matahari, relakah kita? Balita yang seharusnya mendapatkan perawatan dan kasih sayang dari seorang Ibu, hanya disuguhi polusi udara yang berkeliaran di jalanan kota, dan yang paling tidak disadari adalah secara tidak langsung mengajari anak itu untuk meminta-minta.
Siapa yang akan menjadi Presiden selanjutnya? Siapa yang akan menduduki kursi pemerintah selanjutnya? Siapa yang akan meneruskan perjuangan bangsa selanjutnya kalau bukan mereka, anak-anak bangsa. Mereka layak mendapatkan kasih sayang, pendidikan, makanan yang bergizi, serta tempat yang sebaik-baiknya, bukan di jalanan yang penuh dengan polusi udara. Adakah tanggapan dari pemerintah? Sampai saat ini harapan itu masih ada , harapan untuk menjadi lebih baik, dan bisa memerdekakan anak-anak bangsa yang terjebak dalam kejahatan kota masih diharapkan.













Apakah Indonesia sudah benar-benar merdeka? Belum, yang mengenyam kemerdekaan hanya sebagian kecil dari seluruh anak bangsa Indonesia. Apakah ini harus tetap dibiarkan merajalela dan merambat ke setiap pelosok-pelosok kota? Indonesia memerlukan generasi penerus yang cerdas, jujur, bersih, siapa lagi kalau bukan anak-anak bangsa? Apakah dengan tontonan yang ada di jalanan bisa mencerdaskan kehidupan anak bangsa? Dan apakah dengan meminta-minta bisa untuk mensejahterakan mereka? Dengan sangat yakin jawabannya tidak.
Bicara tentang anak bangsa pasti tidak lepas dari Hak Asasi Manusia (HAM), mereka mempunyai hak untuk hidup, hak untuk mengembangkan diri, hak untuk memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak rasa aman, hak atas kesejahteraaan, dan yang paling penting adalah setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Untuk apa ada UU no. 39 Tahun 1999 kalau ternyata semua itu nihil, hanya untuk pelengkap Negara?, ataukah hanya untuk hiasan dinding pemerintahan belaka? Siapakah yang harus disalahkan? Pemerintah?, ataukah orang tua dari anak –anak itu? Tidak ada yang harus disalahkan, tidak ada gunanya saling menyalahkan, tidak akan menyelesaikan suatu persoalan. Tindakan yang harus dilakukan adalah partisipasi semua pihak dalam rencana pemerintah kedepan, saling mengingatkan dan saling bergotong-royong untuk melaksanakannya.
Kondisi anak-anak bangsa Indonesia sekarang, harus menjadi kondisi yang membanggakan kedepannya. Tentu saja kinerja pemerintah sangat dibutuhkan dalam hal ini. Lebih cepat lebih baik, meskipun kadang tidak berhasil harus tetap dilanjutkan.
Apakah hal itu hanya terjadi di sudut-sudut perkotaan?, ternyata dari segi keluarga pun masih banyak mental-mental anak bangsa yang rusak akibat dari permasalahan-permasalahan yang timbul dalam keluarga. Hanya kare na masalah sepele biasanya berujung fatal, dan keputusan yang diambil pada akhirnya adalah perpisahan. Bagaimana dengan nasib anak mereka? Hal itu patut kita perhatikan dan dijadikan contoh buruk yang harus diwaspadai oleh semua keluarga. Apakah itu keputusan yang baik? Jangan salah, keputusan itu berperan dalam membangkitkan ataukah melenyapkan generasi muda yang diharapkan Indonesia.
Bagaimana anak bisa berpikir jernih kalau pikirannya selalu dibayang-bayangi oleh peristiwa yang tidak wajar. Tidak dapat dipungkiri kalau peran dan kasih sayang dari ayah kandung ataupun ibu kandung lebih melekat dihati mereka daripada ayah ataupun ibu tiri. Jadi apakah pantas kalau perpisahan dijadikan sebagai keputusan terakhir dalam menyelesaikan masalah keluarga. Relakah kita membiarkan hal itu terjadi? Tentu tidak, mental mereka melemah. Kadang karena kejadian itu si anak mengalami shock, dan menimbulkan kebencian pada hal-hal tertentu. TIdak jarang anak yang ditinggalkan oleh ayah atau ibu kandungnya, merasakan kerinduan kehangatan keluarga sebelumnya, yang mungkin tidak akan pernah didapat persis dari ayah atau ibu tirinya.
Generasi bangsa yang benar-benar diharapkan oleh Indonesia, kian lama kian menipis, dan mungkin akan masuk dalam daftar kebutuhan yang hampir krisis setelah krisis BBM dan krisis Energi. Setidaknya krisis BBM dan krisis energi bisa ditanggulangi oleh generasi bangsa yang cerdas dengan sumber daya manusia yang berkualitas mampu membuat inovasi terbaru dalam menghasilkan energi selain dari pada dua kebutuhan tersebut.

Namun, kalau mental-anak-anak bangsa down mana mungkin itu terjadi, yang ada Indonesia semakin kehilangan harta bendanya. Coba bayangkan, Indonesia dengan kekayaan alamnya yang Maha dahsyat, bagaikan harta yang terbuang percuma, bangsa Indonesia tidak lain adalah bagai katak dalam tempurung, tidak bisa berbuat apa-apa. Itulah akibatnya kalau seandainya mental-mental anak bangsa rusak hanya karena persoaalan sepele.

Mungkin kalau hal ini tetap dibiarkan Indonesia akan kehilangan masa depan
nya, kehilangan masa-masa terpenting disaat Negara-negara lain sedang bersaing ketat dalam mempertandingkan Ilmu pengetahuan dan Teknologi, Apakah kita puas dengan julukan Negara berkembang? Tidak inginkah berganti menjadi Negara maju? Apa yang harus kita lakukan? Peliharalah anak-anak bangsa, tunas-tunas bangsa, harapan-harapan bangsa. Kita rebut kembali kedudukan Indonesia sebelumnya, dimana para mahasiswa Malaysia
berbondong-bondong menuntut ilmu di Indonesia. Apa yang kita lihat sekarang? Mahasiswa dari Indonesia yang berbondong-bondong menuntut ilmu di Malaysia, bahkan hampir sebagian besar rakyat Indonesia mengadu nasib disana. Tidakkah kalian ketahui banyak masyarakat kita yang diperbudak mereka?.

Tidak dapat dipungkiri Indonesia saat ini tertinggal cukup jauh dari mereka, dari Negara-negara yang sebelumnya berkedudukan dibawah Indonesia. Untuk membangun Negara yang kuat tentunya harus memiliki pondasi yang kokoh agar tidak mudah rubuh diterpa angin kencang. Apa pondasi itu? Apakah kekayaan alam? Apakah hanya cukup dengan perangkat Negara?. Hal yang paling diutamakan untuk menguatkan pondasi kenegaraan adalah anak-anak generasi bangsa selanjutnya. Anak-anak yang sehat jasmani, sehat rohani, bersih, cerdas, memiliki potensi-potensi khusus, berjiwa pancasila. Apakah anak bangsa yang dimaksud adalah mereka yang meminta-meminta disepanjang jalan perkotaan? Tidakkah kita malu terhadap turis-turis asing yang sedang berkunjung? Adakah rasa kepedulian kita? Tindakan yang paling diutamakan adalah membasmi perusak-perusak tunas bangsa, mereka yang memanfaatkan anak dibawah umur menerima tanggung jawab yang tidak layak mereka berikan, mereka yang merusak mental-mental tunas bangsa, mereka yang merampas hak-hak tunas-runas bangsa, mereka yang menganiaya tunas-tunas bangsa, mereka yang merusak pondasi-pondasi Negara kita.

Apa harapan kita terhadap pemimpin-pemimpin bangsa yang baru terpilih? Kita mengharapkan peran mereka terhadap pemenuhan hak-hak anak, semua anak-anak bangsa diseluruh nusantara Indonesia, mengatasi pelanggaran hak-hak anak, dan senantisa memerdekakan seluruk anak-anak, tunas-tunas bangsa di Indonesia. Jangan biarkan generasi-generasi penerus bangsa kita hilang,jangan biarkan pondasi-pondasi Negara kita rubuh. Jangan biarkan seseorang merampas hak-hak mereka, jangan biarkan seseorang merusak mental mereka, jangan biarkan seseorang menganiaya mereka, jangan biarkan seseorang mengotori jiwa mereka, jangan biarkan seseorang memperbudak mereka. Jangan biarkan seseorang menorehkan luka pada diri mereka, jangan biarkan wajah ceria dan lucu mereka berubah menjadi murung dan frustasi.

Kinerja maksimal pemerintah dan partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk memberantas orang yang ingin memperbudak tunas-tunas bangsa kita. Mari kita rasakan kehadiran mereka, kehadiran yang bermakna, melengkapi kebahagiaan kemerdekaan yang sudah mencapai 64 tahun. Biarkan mereka menghirup kesejukan kemerdekaan, biarkan mereka bercita-cita setinggi bintang dilangit dan seluas alam jagad raya, agar pondasi Negara kita semakin kokoh.

0 komentar:

Posting Komentar

Blog Archive